Friday, December 3, 2010

Livin' la vida Loca!

Profesi saya sebagai (masih.calon) psikolog menuntut saya untuk selalu bersedia dipekerjakan dapat praktek dimana pun menghadapi kasus dan klien macam apapun. Sebulan kemarin saya berpraktek di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor poli psikiatri. Saya secara khusus bertugas di Bangsal Yudistira dimana semua pasiennya adalah laki-laki. Tidak banyak waktu yang saya butuhkan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan Bogor ini, baik tinggal di kontrakan bersama ketiga teman saya maupun kehidupan RSJ khususnya.

Seru tapi miris. Seru karena ini merupakan pengalaman baru menghadapi kasus yang pada umumnya Schizophrenia dan miris karena siapapun yang masih waras takkan tega melihat keadaan mereka. Bagaimana tidak akan miris melihat orang dengan usia yang rata-rata produktif dan memiliki keadaan fisik yang hampir semua bugar namun kontak dengan realitanya terganggu.

Kasus yang saya tangani saat itu adalah Schizophenia Paranoid. Beberapa temuan penting yang kemudian menjadi pelajaran tersendiri bagi saya bahwa pengalaman masa kecil dan penghayatan seseorang terhadap pengalaman hidup merupakan hal terutama yang menjadi faktor pemula dan pencetus munculnya gangguan ini.

"...Situasi stres dan ketidakmampuan klien untuk menghadapi lingkungan sendiri menimbulkan perasaan cemas pada dirinya. Beberapa kegagalan dalam hidup membuatnya semakin merasa inferior. Kecemasan yang tidak mampu dikontrolnya, muncul dalam bentuk halusinasi. Halusinasi yang dimiliki klien merupakan bentuk pertahanan diri akan perasaan ketidakberdayaan yang dihayatinya. Klien merasa bahwa dirinya tidak berdaya. Klien pun mengembangkan inferiority complex dalam dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari, klien memiliki rasa percaya diri yang rendah dan cenderung menganggap masalah dalam hidup sebagai suatu masalah yang sangat berat.
Dalam banyak hal klien banyak bermain dengan pikirannya sendiri dan cenderung mengabaikan realita. Klien banyak memikirkan prinsip dan rasionalisasi mengenai suatu hal berdasarkan persepsinya sendiri. Hal ini dapat menjadi baik bila memberikan pertimbangan khusus baginya dalam mengambil keputusan namun ternyata hal ini justru menjadi penghambat dalam bertindak. Klien menetapkan standar yang tinggi terhadap segala hal, bahwa segala hal yang tidak memberinya kebaikan dan keuntungan akan langsung ia tolak tanpa adanya usaha untuk berkompromi. Pola yang sama terus terjadi sehingga berkembang menjadi style of life. Klien sangat peduli dengan dirinya sendiri dan terfokus pada inferiority feelings. Klien mempertahankan style of life ini dengan cara withdrawal. Klien membentengi diri, menjauh dari lingkungan pergaulan, dan banyak menghabiskan waktu sendiri. Hal ini dapat membuat klien merasa lebih nyaman."


Moreover, ada kehidupan lain yang saya temukan selama berpraktek di Bogor. Ini..






FUN LIFE!

No comments: